Obrolan ringan tentang selembar ijazah sarjana PR dan manfaatnya untuk karir Anda di bidang PR
Judul ini saya pilih bukan karena saya seorang peminum kopi. Bukan juga karena saya bergelut di dunia public relations (PR). Judul
ini mewujud karena memang kondisi yang melatarbelakanginya terjadi saat
saya sedang menyeruput kopi. Sore itu, saya sedang menjadi ‘lampu
sudut’. Sendiri di pojok kedai kopi, menunggu teman yang hobi ngaret sejak
setengah jam yang lalu. Anda pasti setuju kan kalau menunggu =
pekerjaan paling membosankan sejagat. Jadi, di situlah saya, mulai
memperhatikan perilaku dan penampilan pengunjung kedai kopi yang lalu
lalang sebagai pengusir bosan.
Setiap pengunjung, meski begitu berbeda
satu sama lain, ternyata memiliki satu kesamaan: mereka berusaha
mengomunikasikan ‘pesan’nya ke pengunjung lain. Secara non verbal,
‘pesan’ berupa identitas dan status dalam kelompok sosial mereka
sampaikan melalui ekspresi wajah, sikap tubuh, pilihan pakaian,
aksesori, gadget, potongan rambut, jenis kopi yang mereka sruput, dan bahkan posisi duduk mereka di kedai kopi. Hasilnya: identitas si dia yang nge-hits, dia yang ingin terlihat nge-hits, dia yang anti mainstream, dia yang idealis, dia yang nyeni, dia yang setengah-setengah, dia yang berpengaruh, dia yang follower, dia
yang sedang mencari jati diri, dan dia yang lain-lainnya pun
tersampaikan ke orang-orang di sekitarnya. Meski ‘pesan’nya kedengeran
sederhana, setiap orang pasti melewati proses trial and error untuk membuat orang lain memahami ‘pesan’ mereka.
Perilaku dan penampilan para pengunjung
kedai kopi itu mengingatkan saya dengan proses penyampaian berita dalam
dunia PR. PR—berfungsi sebagai ‘corong’—mengomunikasikan pesan dari
institusi atau klien yang mereka wakili ke pada sekelompok orang yang
diinginkan. Bedanya, PR tidak hanya menggunakan komunikasi non verbal
untuk menyampaikan pesan, tetapi juga melalui komunikasi verbal (lisan
dan tulisan).
Untuk menyampaikan sebuah berita,
seorang PR harus paham betul dengan pesan utama yang ingin disampaikan
oleh institusi atau klien yang mereka wakili. Pesan utama itu kemudian
diterjemahkan dalam kata, kalimat, dan foto dalam siaran pers. Agar
tepat sasaran, seorang PR juga harus bisa mengetahui dengan baik ke pada
siapa pesan utama itu akan disampaikan dan strategi penyampaiannya.
Perhitungkan juga gangguan-gangguan yang dapat menghambat penyampaian
pesan utama. Pada akhirnya, aktivitas PR dikatakan berhasil jika pesan
utama sampai dengan jelas ke orang yang diinginkan pada waktu yang
tepat. Jika dikaitkan dengan perilaku pengunjung kedai kopi, pada
dasarnya setiap orang adalah ‘PR’ untuk dirinya sendiri. Sama-sama ingin
mengomunikasikan ‘pesan’. Sama-sama ingin ‘pesan’nya sampai dengan
jelas ke orang yang diinginkan.
Nah, pertanyaannya:
Jika semua orang mempunyai insting untuk menjadi ‘PR’ bagi dirinya sendiri (dan ada mesin pencari google yang menyimpan banyak informasi tentang ilmu PR), apa gunanya kuliah jurusan PR?
Ya, setiap orang memang mempunyai insting untuk menjadi ‘PR’ bagi dirinya sendiri. Dan ya, terima kasih untuk the mighty google yang bisa menjawab semua pertanyaan Anda tentang seluk-beluk ilmu PR. Tapi, apakah insting dan jawaban-jawaban google cukup
untuk membuat Anda lolos seleksi dokumen saat proses melamar pekerjaan
sebagai PR? Kecuali Anda adalah Gladstone Gander (karakter fiksi angsa
yang selalu beruntung dalam cerita Donald Duck), kemungkinan besar
jawabannya adalah: tidak. Selembar ijazah sarjana dapat membuka jalan
karir Anda karena—suka atau tidak—ijazah sarjana masih menjadi syarat
penting bagi sebagian besar perusahaan (termasuk yang bergerak di bidang
PR) di Indonesia.
Selain demi selembar ijazah PR dan lolos seleksi dokumen awal, apa lagi manfaat kuliah jurusan PR?
Insting, passion, dan jawaban-jawaban dari the mighty google adalah
modal yang kuat. Tapi, kuliah jurusan PR yang lengkap dengan sesi
magang (dan dramanya!) adalah amunisi Anda. Deretan teori fundamental
dan analisis mendalam tentang berbagai praktik komunikasi akan
mempertajam pola pikir Anda saat melakukan aktivitas PR di dunia kerja.
Selama proses kuliah, Anda juga punya kesempatan lebih besar untuk
berkenalan dan mencuri ilmu dari para praktisi PR yang sudah lebih dulu
sukses (atau lebih dulu gagal) ―belajar juga bisa dari kegagalan ‘kan?
Ssstt… kuliah jurusan PR juga bisa jadi ajang pelatihan mental sebelum
Anda benar-benar terjun ke dunia kerja PR yang… selalu punya cerita di
balik sebuah senyum.
Jadi, apakah kuliah jurusan PR menjamin Anda bisa sukses berkarir sebagai PR handal?
Insting + passion + jawaban google +
deretan teori komunikasi + analisis mendalam + kenalan praktisi PR +
pengalaman magang + selembar ijazah PR = seharusnya sukses. Tapi, saya
lebih suka menjawab pertanyaan yang ini dengan mengutip kata pebisnis
besar asal Inggris Richard Branson, “Screw it, let’s do it!” Anda tidak
akan pernah tahu kalau belum mencobanya ‘kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar