Sabtu, 26 Maret 2011

Jawaban: Bertemu Carlos Santana!

     "Tuhan, kenapa saya jarang bermimpi?" tanya saya pada Tuhan setiap malam.

     The guitar legend, Carlos Santana, hanya berjarak setengah meter dari saya. Meski saya jarang bermimpi, saya yakin ini bukan mimpi. Apa lagi saat jemari lentik pria bertopi panama yang biasa menghasilkan lengkingan gitar dengan nada-nada brilian itu menggenggam tangan saya yang lepek karena keringat (memalukan!). Dengan suara berat dan senyum yang oh-so-legend itu, Santana bilang: "Send kisses to your father. Stay happy, okay?"
     Seriously, this isn't a dream? "Nope, Dear. This is real," mendadak Tuhan menjawab pertanyaan saya yang selama ini menggantung. Bukan dengan SMS, bukan dengan email, bukan lewat telegram, bukan juga merpati pos. Tuhan menjawab doa saya lewat realita, bertemu Carlos Santana di hotel Borobudur. Jumat, 4 Maret 2011, saya dan teman-teman redaksi Femina Group (Maya, Ruri, dan Nanda) beruntung banget bisa dapat kesempatan untuk mewawancarai gitaris kelahiran Meksiko itu, fish to fish seperti kata Tukul Arwana. Biarpun awalnya sempet ada kekisruhan, saya dan Nanda mendadak tidak bisa ikut masuk ruangan karena jumlah pers yang diizinkan sangat terbatas, akhirnya kami berempat bisa masuk ke ruang wawancara. Triknya, saya 'berganti profesi', dari reporter menjadi fotografer!
     Wawancara yang hanya berlangsung selama 10 menit itu berjalan sangaaaaaat santai dan tentunya, cuma terasa seperti 2 menit. Waktu tim body guard sudah mulai memberi tanda bahwa waktu habis, sepuluh wartawan dan fotografer di dalam ruangan itu (tanpa malu-malu dan tanpa takut dimutilasi oleh para body guard yang badannnya mengalahkan Ultraman) langsung grasa-grusu, persis seperti demonstran yang ditembak peluru asap. Ada yang langsung menyodorkan kertas dan pulpen untuk ditandatangani Santana, ada yang minta foto bareng... dan termasuk saya, yang langsung menyodorkan kaset Santana's: The Greatest Hits produksi tahun 1974 punya Ompi (Ompi adalah panggilan saya untuk papa). Hasilnya, oh yes dear, Santana's autograph is in the house!
     Sayangnya, karena waktu super duper terbatas, saya tidak sempat foto berdua dengan Santana. Dengan terpaksa, saya foto berempat, bergabung dengan redaktur lain. Sayangnya lagi, kamera yang digunakan untuk mengabadikan momen ciamik itu, bukanlah kamera saya atau Nanda atau Maya atau Ruri. Kamera itu milik wartawan Free! Magazine. Sayangnya lagiiii, hingga hari ini, mas Free! Magazine (yang seingat saya bernama Timothy) itu belum mengirimkan foto itu ke saya.... But, that's okay. Saya sudah dapat banyak hal yang jauh lebih berharga dari pada selembar foto itu, kok: jawaban dari Tuhan, merasakan genggaman jemari gitaris legendaris, dan senyum Ompi yang superlebar saat melihat tanda tangan Santana di kaset.


Thank you, Carlos Santana :)


Ruri dan Nanda siap-siap mewawancarai Santana. Woohooo!





Tidak ada komentar: