Yes, please, Mr. Gosling! |
Saya dan kopi bukan pasangan
ideal. Lebih tepatnya, kami pasangan yang janggal. Sesekali saya masih
menduakan kopi dengan bubble tea rasa
taro yang rasanya lebih centil. Tapi perselingkuhan saya dengan bubble tea rasa taro nggak pernah
bertahan lama. Akhirnya, kepada kopi saya selalu kembali.
Ada riak yang memprovokasi
inspirasi di balik permukaan tenang seduhan kopi. Yeap, kopi sering
menjentikkan sesuatu di dalam kepala saya. Saat mati gaya bertemu dengan
narasumber yang kaku, perdebatan santai tentang kopi hitam dan kopi susu bisa
melelehkan suasana. Ketika berbeda pendapat dengan Ayah, secangkir kopi jadi
pemecah keheningan yang nyaman. Atau ketika tenggat waktu pekerjaan memburu,
segelas kopi dingin bisa diandalkan.
Hubungan saya dan kopi memang janggal karena, sumpah,
saya nggak terlalu suka dengan sensasi pahit atau getir di penghujung rasa
kopi. Tapi saya setia pada kopi karena kopi bukan pencemburu, yang menuntut
dengan buru-buru. Karena kopi itu santai, tapi bisa melesatkan ide-ide baru.
Karena kopi itu tepat waktu, ia tahu kapan harus menjelma jadi letupan semangat,
ia juga tahu kapan harus mewujud jadi sahabat.
***
Untuk #DiBalikSecangkirKopi
Twitter: @cemmmpaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar